Kekerasan atau kasus bullying di kalangan remaja sudah mulai memprihatinkan. Belakangan media sedang menyoroti kasus kekerasan yang terjadi di sebuah rumah kontrakan di kawasan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Seorang siswi berinisial LA dari SMA Budi Luhur Yogyakarta diberitakan mengalami penganiayaan oleh teman sebayanya.
Cukup sepele, karena masalah ini berawal saat LA memamerkan foto tato Hello Kitty di Blackberry Messenger miliknya. Melihat foto tersebut, RT menganggap bahwa LA menyaingi tato miliknya. Singkat cerita, LA kemudian dijemput oleh salah satu pelaku ke lokasi kejadian untuk dianiaya.
Selama 1 malam LA di sekap. Tidak berhenti di situ, LA juga mengalami penganiayaan. Tubuhnya disundut dengan rokok, rambutnya digunting hingga nyaris botak, dan korban juga dianiaya secara seksual dengan menggunakan botol.
Kasus diatas sebenarnya bukan hal yang baru di kalangan remaja. Sebelumnya telah banyak kasus serupa yang terjadi. Tidak hanya di Indonesia, namun berbagai belahan dunia juga mengalami hal yang serupa.
Melihat isu ini, Psikolog anak dan keluarga, Elizabeth Santosa MPsi mengungkapkan bahwa perilaku menindas atau bullying sering dilakukan oleh satu orang atau kelompok (geng). “Bullying yang dilakukan oleh geng biasanya ada yang berperan sebagai sosok dominan dan biasanya karakter ini diperankan oleh kepala geng.”
Menurutnya, kasus bully pada anak SMA memang cukup rentan terjadi. “Hal ini karena anak usia remaja suka geng-up dan fokus utama mereka tidak lagi orang tua.” Pada usia ini, anak akan menemukan adanya dorongan dari dalam. Sifat alami inilah yang membuat mereka membutuhkan pengakuan dari teman sebaya atau peer group-nya. Sehingga nilai-nilai dari masyarakat tidak lagi menjadi patokan dalam berperilaku.
Penerimaan dari kalangan sebaya yang menjadi fokus utama mereka. Oleh sebab itu terkadang tindakan mereka di luar batas, karena hal itu dianggap sebagai hal yang normal oleh kelompoknya.
Wanita yang sering dipangging Lizzie ini mengungkapkan bahwa untuk menghadapi isu ini, peran penting orang tua sangat berpengaruh. “Sedari dini, orang tua perlu mengajarkan perilaku apa saja yang dianggap bully dan berani untuk mensimulasikannya,” tutur dia.
Untuk itu, agar anak tidak menjadi pelaku atau korban bully, orang tua harus memberikan lebih dari sekedar teori. “Anak harus didemonstrasikan bagaimana caranya tegas dan membangun mentalnya sejak kecil.”
Demi kenyamanan Anda selama mengakses Jawaban.com, kami menggunakan cookie untuk memastikan situs web kami berfungsi dengan lancar serta memberikan konten dan fitur yang relevan untuk Anda, dan meningkatkan pengalaman Anda di situs web kami. Data Anda tidak akan pernah diperjualbelikan atau digunakan untuk keperluan pemasaran. Anda dapat memilih untuk Setuju atau Batalkan terhadap penggunaan cookie dalam situs web ini. Learn more